Yufrizal
Seiring kebijakan pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, khusus di bidang pendataan tenaga
pendidikan diperlukan suatu basis data yang dapat diakses secara publik. Bukan itu
saja, basis data dijadikan sebagai sumber informasi aktual dalam pengamblan
keputusan, baik yang berupa kebijakan maupun yang menyangkut hak-hak guru
berupa system penggajian dan tunjangan.
Dalam maraknya tunjungan profesi guru,
berbagai elemen data secara online harus disiapkan sesuai rentang waktu yang
ditetapkan pemerintah, dalam hal ni kementerian pendidikan. Basis data yang
memuat kesemua aspek individu guru dan pelaksanaan tugas dan penilaian kinerja
menjadi satu kesatuan data pokok tenaga kependidikan sebagai dasar pengambilan
keputusan dan pemberian hak-hak guru yang bersangkutan.
Penyiapan basis data dan pengentian data
selama ini menjadi momok besar juga pada guru-guru di daerah. Banyak hal-hal
kecil yang menjadi perhatian sehingga tugas pokok sebagai guru tidak tersita
oleh kesibukan pengurusan data-data. Bagaimana tidak, apabila dihadapkan pada
kesempatan memperoleh hak tentunya guru – guru akan fokus dalam pengurusannya. Tentunya
menyita waktu efektif dan perhatian guru terhadap
kelasnya.
Permasalahan yang sering muncul dalam
kesibukan guru mengurus data online tentunya sangat bervariasi antar wilayah,
tergantung dengan infrastruktur dan
keadaan wilayah tersebut. Untuk guru di wilayah perkotan dengan jaringan
internet sangat baik tentunya tidak mengalami banyak kendala. Lain halnya
dengan sekolah dan wilayah dengan keterbatasan akses internet ditambah lagi
dengan rendahnya kemampuan teknologi Informasi.
Tetapi penulis melihat lebih khusus
hanya pada sisi operator pendataan yang ada di sekolah-sekolah tersebut. Untuk mengentry
data individu tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah di tugaskan satu
orang operator. Tugasnya tentunya mengakomodir segala hal yang berkaitan dengan
basis data guru, mengentry, mengupload dan memverifikasi dan sebagainya.
Begitu berat tugas operator, sering
mengalami komplain dari para guru sendiri, permasalahan dengan kualitas
jaringan internet, permasalahan hardware dan rentang waktu yang harus dipatuhi.
Tetapi dibalik semua itu, ternyata para operator adalah generasi muda yang
memiliki keterbatasan kemampuan di bidang teknologi informasi, dilatih beberapa
kali untuk pengoperasian. Tentunya setiap pemecahan permasalahan di bidang
hardware dan koneksitas mereka sangat terbatas.
Operator diberi beban berat secara
psikis, tak kenal jam kerja. Tetapi bagaimana dengan system penggajian mereka? Honor
mereka?
Inilah yang menarik bagi penulis,
ternyata tenaga operator data entry di sekolah-sekolah tersebut hampir semuanya
tenaga non PNS ( sukarela) yang penggajiannya tidak jelas. Boleh disimpulkan
penggajiannya hanya dari belas kasihan kalau ada guru yang memberi tip.
Hal ini sangat riskan, bukankah yang
mereka kerjakan sangat penting? Dan sering pula operator dipersalahkan jika
terjadi suatu kendala, padahal mereka diberi tanggung jawab yang belum
berimbang dengan penghasilan.
Sekolah maupun pemerintah mohon kiranya mengkaji bagaimana memposisikan
para tenaga operator yang tidak hanya digaji 200 ribuan sebulan dan dari belas
kasihan. Tetapi tempatkan mereka pada posisi yang berimbang dengan tenaga,
keahlian dan waktu yang mereka sumbangkan.
Mudah-mudahan tenaga operator sebagai pendukung
pendataan guru era cyber diposisikan lebih baik.
No comments:
Post a Comment