Pages

Sunday, March 23, 2014

Potret Kecil Dunia Pendidikan



Oleh : Yufrizal 

Seperti biasanya saya menjemput anak satu-satunya kesekolah di salah satu SMA Negeri di daerah kami. Anakku duduk dikelas II jurusan IPA.  Jadwal sekolah biasanya  hari Senin sampai Kamis masuk jam 7.00 pagi dan pulangnya jam 14.30. Hari Jum’at pulangnya jam 11.30. Sedangkan hari Sabtu pulang jam 12.30.

Memang begitulah jadwal rata – rata tingkat SLTA sesuai tuntutan kurikulum sekolah yang ditetapkan pemerintah. Tentunya para siswa membawa bekal makan siang kecuali hari Jum’at dan Sabtu karena pulang sebelum jam 13.00 siang.

Dalam pelaksanaan pembelajaran toh sudah biasa saja, jika pulang terlambat karena ada kegiatan remedial, atau kegiatan ekstra kurikuler lainnya sepanjang diberitahukan. Atau dilaksanakan dari Senin – Kamis karena anak-anak membawa bekal makan siang.


Tidak halnya dengan hari ini, Sabtu ini seperti jadwal biasa aku menjemput kesekolah jam 12.25, ditunggu sekian lama si anak belum juga keluar. Sampai jam 14.20 si Anak baru nongol dihalaman sekolah dengan wajah sudah tampak pucat. Taunya anak mengikuti remedial untuk pelajaran Matematika yang dilaksanakan langsung sehabis jam terakhir tanpa istirahat.

Sebagai pemerhati pendidikan juga, saya sangat kecewa menerima penjelasan si Anak. Ada poin besar yang terlupakan oleh guru.

Kalau tidak keliru, pendidikan adalah bertujuan untuk mengarahkan siswa menjadi manusia berkualitas, sehat jasmani dan rohani dan beriman. Tentu  dalam prosesnya dengan mempertimbangkan banyak aspek. Kondisi kesehatan, perimbangan waktu dan beban belajar dsb.

Tanpa makan siang si Anak masih dipacu juga dalam belajar apakah efektif? Tentunya tidak, saat itu anak dinilai/ diukur kemampuannya. Hal ini sangat berdampak kepada kesehatan lambung siswa yang kosong ditambah lagi beban stress dari pembahasan pelajaran.

Kelihatan perimbangan pembangunan sektor pendidikan lebih dominan memperhatikan fisik sekolah. Belum maksimal menitik beratkan kepada pembangunan non fisik yang berfokus kepada perkembangan dan karakter siswa. Guru  juga sangat perlu disentuh dengan penyegaran kompetensi paling mendasar sebagai guru bukan sebagai  pengajar.
(Kita memiliki banyak pengajar, tetapi memiliki sedikit Guru : Status Facebook Bapak Said Alkhudri)

Hal-hal kecil ini tentunya harus dibijaki oleh para pendidik dan pengambil kebijakan, jangan terlalu memacu  pada angka-angka perolehan nilai si Anak yang belum tentu valid. Dan belum ada rumusan hubungan berbanding lurus nilai anak dengan keberhasilan mereka dalam menjalani kehidupan.

Alangkah baiknya kita fokus pada pembelajaran yang menyenangkan, menyemangati, dalam situasi dan kondisi yang kondusif. Dengan kondisi yang “happy” fisik yang stabil mereka akan lebih mudah untuk belajar dan mempelajari sesuatu dengan rasa senang. Tidak merasa terbebani dengan target-target guru berupa angka-angka  kuantitatif tanpa mempertimbangkan kondisi normative.

Dunia pendidikan kita belum bisa dikatakan lebih baik, masih banyak kasus-kasus dalam proses pembelajaran yang belum memihak kepada perkembangan siswa, yang perlu diperhatikan dan diseimbangkan. Baik karakter, akademik, penyaluran bakat dan minat. Guru masih banyak yang menjadi Center pada proses pembelajaran, belum memposisikan siswa sebagai subjek yang harus diperlakukan sebagaimana mestinya.

Artinya, para pengambil kebijakan tentu diharapkan fokus untuk mengurangi faktor-faktor minus dalam dunia pendidikan dengan mencari akar permasalahan yang ada. Bukan hanya mempercantik bangunan, gerbang yang bagus dan peringkat NEM yang tinggi. Tetapi lebih dari itu membangun Manusia Seutuhnya yang akan tumbuh kokoh dibumi nusantara, tentunya ditunjang oleh kesehatan, keimanan, karakter,  akademik, dan bakat dan minat yang terpupuk dengan baik.

Semoga…..

Pauh Duo, Maret 2014

No comments:

Post a Comment