Oleh : Yufrizal
Mencintai dunia Pendidikan
Dari pengamatan
ditemukan bahwa sebagian anak –
anak merasa bosan dan lelah dalam
belajar, baik disekolah maupun dirumah. Hal ini tentunya sangat merugikan anak jika
rasa bosan dan kejenuhan itu terus berlanjut. Bisa – bisa hal sederhana
sekalipun terasa menjadi beban.
Pada siswa ditingkat
SLTA dengan beban belajar yang cukup padat
jika tidak disikapi strategi pembagian waktu yang tepat akan menimbulkan
rasa jenuh dan bosan. Kondisi ini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor
internal anak itu sendiri, misalnya kondisi fisik dan mental yang kurang
stabil, sedangkan faktor eksternalnya dominan dipengaruhi oleh proses
pembelajaran disekolah.
Diantaranya :
1. Target Keberhasilan adalah Nilai
Sekolah dalam penerapan proses
pembelajaran masih kental menargetkan indicator keberhasilan seorang anak
adalah dengan perolehan nilai hasil belajar. Anak dipacu untuk memperoleh nilai
yang baik. Dalam proses pembelajarannya kadangkala kurang memperhatikan motivasi dan pendekatan pembelajaran yang
menyenangkan. Proses pembelajaran seperti berpacu. Ini akan berdampak pada anak
– anak yang sedikit lambat, karena kurang terikuti mereka akan merasa jenuh dan
bosan.
2. Tugas-tugas yang Belum Terstruktur
dan Belum Memiliki Target
Banyaknya beban tugas yang
diberikan kepada anak sangat mempengaruhi pula rasa jenuh, apalagi bersamaan
untuk beberapa mata pelajaran. Tugas yang dikerjakan masih ada yang belum
terstruktur diberikan guru. Target pencapaian dari tugas – tugas juga kurang
jelas sehingga siswa merasa agak terbebani.
3. Belum Menghargai Karya Asli
Seperti kita ketahui bahwa siswa
memiliki karakteristik dan bakat masing-masing yang berbeda. Juga memiliki
kepribadian yang berbeda. Karya siswa tentunya akan beragam sesuai dengan bakat
dan kemampuan mereka.
Dalam pemberian tugas mengarang
misalnya, guru memberi nilai bagus pada siswa yang menyelesaikan karya 10
halaman, dan memberi nilai rendah pada karya yang lain yang hanya 2 halaman.
Padahal siswa yang mengerjakan 10 halaman itu nyatanya mengambil dari buku atau
internet, sedangkan siswa yang hanya mampu 2 halaman murni karyanya sendiri.
4.
Kompetisi dan Persaingan
Siswa
jelas berbeda satu sama lain dan sekolah bertujuan bukan untuk menyeragamkan.
Anak memiliki kepintaran yang berbeda – beda. Kita orang tua atau guru harus
mengarahkan dan memupuk semua kompetensi yang dimiliki anak.
Dalam
proses pembelajaran hindarilah membanding-bandingkan kemampuan anak,
menciptakan aroma persaingan antar mereka. Mereka sama-sama dihargai dan
mempunyai kontribusi masing – masing. Ciptakanlah metode
mengajar dimana para siswa bisa saling bekerja sama.
5. Hargai
Kesuksesan dan Keteladanan
Hindari komentar
yang negatif terhadap perilaku/ sikap
buruk dan performa rendah yang ditunjukan siswa Anda, akan lebih baik
bila kita memberikan apresiasi bagi siswa yang menunjukan kelakuan dan kinerja
yang baik. Ungkapan positif dan dorongan sukses bagi siswa merupakan penggerak yang sangat berpengaruh
dan memberikan aspirasi bagi siswa yang lain untuk berprestasi.
6. Mengenal
Minat dan Bedakan Pengukuran Prestasi
Para siswa mungkin
berada dalam satu kelas, namun mereka memiliki kepribadian yang berbeda-beda.
Pahamilah siswa , bagaimana tanggapan
mereka terhadap materi dan apa minat, cita-cita, harapan dan kekhawatiran mereka. Implementasikan
dengan berbagai contoh dalam
pembelajaran yang ada kaitannya dengan minat mereka untuk
membuat mereka tetap termotivasi dalam belajar.
7. Perlu Keberimbagan dan keberagaman
strategi guru
Guru perlu lebih kreatif dalam
memilih strategi belajar mengajar, membuat variasi cara mengajar, agar siswa
selalu tertarik pada materi yang disampaikan. Pembelajaran harus berpusat pada
siswa, mengembangkan kreatifitas dan aktifitas siswa.
8. Siswa bukan Robot
Guru tentunya memiliki ilmu
psikologi dan pengetahuan tentang perkembangan anak didik, pengetahuan tentang
bakat, minat maupun kompetensi siswa. Untuk itu perlu dihindari untuk merubah
siswa kepada apa yang diinginkan guru, tetapi lebih diarahkan siswa ke arah yang lebih baik sesuai dengan bakat,
minat masing – masing. Siswa tidak bisa distandarkan memiliki kemampuan yang
sama dalam memahami satu hal.
Dari
uraian diatas ujung-ujungnya para siswalah yang menjadi kewalahan. Siswa
seolah-olah menjadi objek belaka. Padahal
konsep pendidikan modern harus menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar.
Sangat dibutuhkan keseriusan
dan perhatian kita bersama melirik pola pendidikan yang kita jalani selama ini,
dan tentunya berupaya untuk merubah
kearah yang lebuh baik dengan harapan generasi muda Indonesia lebih bermutu.
Terimakasih
No comments:
Post a Comment