Pages

Sunday, March 16, 2014

Rasa Bosan Anak Dalam Belajar



    Oleh : Yufrizal
    Mencintai dunia Pendidikan
Dari pengamatan ditemukan  bahwa sebagian anak – anak  merasa bosan dan lelah dalam belajar, baik disekolah maupun  dirumah.  Hal ini tentunya sangat merugikan anak jika rasa bosan dan kejenuhan itu terus berlanjut. Bisa – bisa hal sederhana sekalipun terasa  menjadi beban.
Pada siswa ditingkat SLTA dengan beban belajar yang cukup padat  jika tidak disikapi strategi pembagian waktu yang tepat akan menimbulkan rasa jenuh dan bosan. Kondisi ini    tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal anak itu sendiri, misalnya kondisi fisik dan mental yang kurang stabil, sedangkan faktor eksternalnya dominan dipengaruhi oleh proses pembelajaran disekolah.
Diantaranya :
1.      Target Keberhasilan adalah Nilai
Sekolah dalam penerapan proses pembelajaran masih kental menargetkan indicator keberhasilan seorang anak adalah dengan perolehan nilai hasil belajar. Anak dipacu untuk memperoleh nilai yang baik. Dalam proses pembelajarannya kadangkala kurang memperhatikan  motivasi dan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan. Proses pembelajaran seperti berpacu. Ini akan berdampak pada anak – anak yang sedikit lambat, karena kurang terikuti mereka akan merasa jenuh dan bosan.

 
2.      Tugas-tugas yang Belum Terstruktur dan Belum Memiliki Target
Banyaknya beban tugas yang diberikan kepada anak sangat mempengaruhi pula rasa jenuh, apalagi bersamaan untuk beberapa mata pelajaran. Tugas yang dikerjakan masih ada yang belum terstruktur diberikan guru. Target pencapaian dari tugas – tugas juga kurang jelas sehingga siswa merasa agak terbebani.
3.      Belum Menghargai Karya Asli
Seperti kita ketahui bahwa siswa memiliki karakteristik dan bakat masing-masing yang berbeda. Juga memiliki kepribadian yang berbeda. Karya siswa tentunya akan beragam sesuai dengan bakat dan kemampuan mereka.
Dalam pemberian tugas mengarang misalnya, guru memberi nilai bagus pada siswa yang menyelesaikan karya 10 halaman, dan memberi nilai rendah pada karya yang lain yang hanya 2 halaman. Padahal siswa yang mengerjakan 10 halaman itu nyatanya mengambil dari buku atau internet, sedangkan siswa yang hanya mampu 2 halaman murni karyanya sendiri.
4.      Kompetisi dan Persaingan
Siswa jelas berbeda satu sama lain dan sekolah bertujuan bukan untuk menyeragamkan. Anak memiliki kepintaran yang berbeda – beda. Kita orang tua atau guru harus mengarahkan dan memupuk semua kompetensi yang dimiliki anak.
Dalam proses pembelajaran hindarilah membanding-bandingkan kemampuan anak, menciptakan aroma persaingan antar mereka. Mereka sama-sama dihargai dan mempunyai kontribusi masing – masing. Ciptakanlah metode mengajar dimana para siswa bisa saling bekerja sama.
5.      Hargai Kesuksesan dan Keteladanan
Hindari komentar yang negatif terhadap perilaku/ sikap  buruk dan performa rendah yang ditunjukan siswa Anda, akan lebih baik bila kita memberikan apresiasi bagi siswa yang menunjukan kelakuan dan kinerja yang baik. Ungkapan positif dan dorongan sukses bagi siswa   merupakan penggerak yang sangat berpengaruh dan memberikan aspirasi bagi siswa yang lain untuk berprestasi.
6.      Mengenal Minat dan Bedakan Pengukuran Prestasi
Para siswa mungkin berada dalam satu kelas, namun mereka memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Pahamilah siswa ,  bagaimana tanggapan mereka terhadap materi dan apa minat, cita-cita,  harapan dan kekhawatiran mereka. Implementasikan dengan  berbagai contoh dalam pembelajaran   yang ada kaitannya dengan minat mereka untuk membuat mereka tetap termotivasi dalam belajar.
7.      Perlu Keberimbagan dan keberagaman strategi guru
Guru perlu lebih kreatif dalam memilih strategi belajar mengajar, membuat variasi cara mengajar, agar siswa selalu tertarik pada materi yang disampaikan. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, mengembangkan kreatifitas dan aktifitas siswa.
8.      Siswa bukan Robot
Guru tentunya memiliki ilmu psikologi dan pengetahuan tentang perkembangan anak didik, pengetahuan tentang bakat, minat maupun kompetensi siswa. Untuk itu perlu dihindari untuk merubah siswa kepada apa yang diinginkan guru, tetapi lebih diarahkan siswa ke  arah yang lebih baik sesuai dengan bakat, minat masing – masing. Siswa tidak bisa distandarkan memiliki kemampuan yang sama dalam memahami satu hal.
Dari  uraian diatas ujung-ujungnya para siswalah yang menjadi kewalahan. Siswa seolah-olah menjadi objek belaka.  Padahal konsep pendidikan modern harus menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar.
Sangat dibutuhkan keseriusan dan perhatian kita bersama melirik pola pendidikan yang kita jalani selama ini, dan tentunya berupaya untuk  merubah kearah yang lebuh baik dengan harapan generasi muda Indonesia lebih bermutu. Terimakasih

No comments:

Post a Comment