Pages

Monday, March 31, 2014

Membuat Pasir Menjadi Mutiara

Oleh : Drs. Yufrizal, MM




Dahulu marak di Indonesia dengan sekolah bertaraf International, tak tanggung-tanggung gaungnya. Ada terbersit raut wajah keangkuhan pada mereka yang terlibat disekolah itu. Dan akhirnya dengan berbagai pertimbangan Sekolah berstandar Internasional atau Rintisan Sekolah Bertaraf  Internasional dibubarkan juga oleh Mahkamah Konstitusi. Dengan alasan RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi ataupun diskriminasi dalam pendidikan.

Dukungan pembubaran Sekolah RSBI juga dilontarkan juga oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ketua KPAI Badriyah Fayumi menyatakan “KPAI menyimpulkan, RSBI bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 yang menegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, serta prinsip non-diskriminasi”.


Menilik hal diatas, saat ini kita lihat  di Sumatera Barat dibangun Sekolah Unggul setingkat SLTA, yaitu SMA 1 Sumbar di Padang Panjang, atas kerjasama dengan kelembagaan PASIAD Turki.

Jika melihat prestasi sekolah yang menjadi asuhan PASIAD ini, rata-rata meraih medali dalam Kejuaraan OSN. Seperti SMAN SBSS  yang meraih 13 medali dalam OSN 2012. Kemu­dian, kurikulum sekolah mitra PASIAD lebih banyak berisi materi tentang sains, disamping menggunakan kurikulum nasio­nal. Sasaran utama sekolah ini adalah melahirkan siswa peraih medali dalam OSN.
Jika kerja sama ini nantinya secara utuh dijalankan, berkaca kepada sekolah yang menjadi mitra PASIAD, orang tua harus merogoh kantong sampai Rp30 juta saat masuk. Ini terlihat dari biaya masuk di SMA Negeri Sragen Bilingual Booarding School (SBBS) di Jawa Tengah yang mencapai Rp37 juta. Tiap naik kelas ada tambahan 10 persen, sekitar 3,7 juta. Di SBSS ini, diterapkan subsidi silang dengan 25 persen siswa mampu menyub­sidi 75 persen siswa lainnya. Kemudian, di SMA Kharisma Bangsa Tangerang Selatan membutuhkan Rp 35 juta untuk biaya masuk.
Organisasi PASIAD Turki ini sendiri merupakan lembaga swadaya masyarakat yang didirikan di Istanbul oleh berbagai kalangan termasuk kalangan dunia usaha Turki. Hal inilah yang membuat PASIAD mem­berikan hibah sarana pendidikan seperti laboratorium, meja kursi, dan lainnya kepada mitra.
Terlepas dari itu semua, kita melihat dari sisi lain. Pola pendidikan di Turki sendiri bukanlah yang terbaik didunia seperti yang diberitakan di situs http://www.islampos.com, 5 Desember 2013 “Soal Pendidikan, Turki Ternyata Masih Ketinggalan “. Beberapa tahun terakhir di Turki, ternyata negara ini masih tertinggal di antara negara-negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD ). Demikian laporan dari Program for International Student Assessment (PISA), pada hari Rabu (4/12/2013).

Menurut PISA, Turki saat ini menempati urutan ke-42 dari 65 negara dalam soal pendidikan. Dari rincian  Laporan PISA, yang merupakan laporan pendidikan paling komprehensif di dunia,  membandingkan tingkat keberhasilan dalam matematika, fisika dan ilmu-ilmu fisik berbagai negara.

Laporan ini mencakup 400.000 siswa di 65 negara. Dalam evaluasi secara keseluruhan, China  menempati urutan pertama, sedangkan Singapura urutan kedua dalam daftar. Negara yang mendapat nilai di bawah rata-rata OECD adalah Turki, Tunisia, Brazil dan Meksiko.

Negara dengan pendidikan terbaik adalah Finlandia, berdasarkan tes PISA juga. Lima Negara dengan pendidikan terbaik itu adalah  Finlandia, Koera Selatan, Hongkong  jepang dan Singapura.

Finlandia sebagai yang terbaik, Pola pendidikan yang mereka terapkan sangat berbeda dengan di Negara kita. Di Finlandia tidak ada Ujian Nasional, tidak banyak Tes. Ujian hanya dilaksanakan pada waktu Matrikulasi memasuki Perguruan Tinggi untuk menentukan bakat dan minat mereka.

Perbedaan mendasar antara  pendidikan di Finlandia dengan di Indonesia adalah :

1.   Pendidikan di Indonesia di penuhi dengan test evaluasi seperti ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum / kenaikan kelas, dan ujian nasional. Finlandia menganut kebijakan mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk PT.
2.   KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) menyebabkan siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
3.    Pemberian tugas Pekerjaan Rumah ( PR ) di sekolah Indonesia dianggap penting untuk mendisiplikan siswa rajin belajar. Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya menyita waktu setengah jam waktu anak  belajar di rumah.
4.      Kualifikasi guru SD Indonesia masih mengejar setara dengan S1, di Finlandia semua guru tamatan S2.
5.      Indonesia masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang diterima menjadi guru.
6.      Indonesi masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai dengan pertimbangannya.
7.      Jarang sekali guru di Indonesia yang menciptakan suasana proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun) melalui penerapan belajar aktif. Bahkan lebih didominasi metode belajar  mengajar satu arah  seperti ceramah yang membosankan.Di Finlandia terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci keberhasilan dalam belajar.
8.      Di Indonesia dikembangkan pengkastaan kelas yaitu klasifikasi kualitas kelas dalam kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar) dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah nasional plus, sekolah berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
9.      Finlandia pelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan menghargai keanekaragaman kultural.
10.    Jumlah hari Sekolah di Indonesia terlalu lama yaitu 220 hari dalam setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar, mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar. Bahkan terkadang para guru mesih memberikan tugas sekolah selama masa liburan sehingga sekolah merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan.

Bukankah system pendidikan kita selama ini hanya mencontoh yang ada diluar negeri? Kita pernah mencontek Pola Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ) di Sekolah Menengah Kejuruan. Tetapi perlu kita sikapi apakah yang kita tiru itu pola terbaik ? kita mencontoh yang baik secara tuntas dan tetap pada jalur kepribadian dan budaya bangsa ? dan jangan kita terlena dengan bongkar pasang kebijakan, tetapi tak pernah sampai titik ketuntasan dan menganalisis secara tajam dari segala aspek dampaknya.

Kembali ke judul tulisan ini, kalaulah sekolah unggul diartikan adalah unggul dari segi pengelolaan, fasilitas dan sebagainya dengan tidak membedakan input berupa siswa tentu sangat bagus. Sekolah unggulan tidak perlu adanya proses seleksi dalam penerimaan anak didik baru, karena kalau sekolah itu sudah melakukan seleksi kemudian yang diambil adalah anak-anak yang terbaik maka itu bukan sekolah unggulan tetapi sekolah kumpulan anak pintar yang belum tentu nantinya akan menjadi orang-orang yang sukses kalau dalam prosesnya ada yang tidak benar. Sekolah unggulan adalah sekolah yang bisa merubah anak didik yang biasa-biasa saja menjadi anak yang luar biasa, seperti ada slogan di PPPTK Bispar Sawangan ‘Membuat Pasir Menjadi Mutiara”

Tentunya sebagian kita sepakat, konsep sekolah unggul bukanlah mengumpulkan orang unggul. Tetapi bagaimana performa sekolah dengan Tata Kelola yang unggul, fasilitas yang pendukung yang telah memenuhi standar minimal serta terus mengembangkan semua potensi dan bakat anak, dalam rangka memupuk generasi muda akademis dan berpribadi baik.

Dengan bacaan :
http://soewatno.blogspot.com
http://www.islampos.com
harian Haluan Sabtu, 08 Februari 2014

No comments:

Post a Comment