Pages

Wednesday, March 26, 2014

Mereguk Pahitnya Tunjangan Profesi Guru

Oleh : Drs. Yufrizal, MM
ILUSTRASI: Sampai akhir 2012, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat ada Rp 10 triliun tunjangan guru yang belum disalurkan ke rekening guru dari Rp 40 triliun dana tunjangan yang sudah ditransfer pemerintah pusat ke rekening pemerintah daerah. Inspektur Jenderal Kemendikbud Haryono Umar mengatakan paling marak kasus pengendapan ditemukan di Pulau Jawa. KOMPAS.com/M. Latief

Profesi guru tak habis-habisnya dibahas, merupakan profesi yang sering dibicarakan. Mulai dari sosok sang guru “Umar Bakri”  yang merupakan pencerminan nasib guru zaman lalu dengan sepeda ontelnya. 

Pengorbanan tulus ikhlas guru dalam mencerdaskan anak bangsa sesuai dengan cita – cita luhur bangsa di UUD 1945 merupakan amanah yang diemban dengan kerelaan. Sosok guru yang selalu ada dalam membimbing anak-anak bangsa secara kehidupan sangat sederhana. Dengan adanyanya regulasi dan perhatian pemerintah terhadap profesi guru ini yang tertuang dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 serta pelaksanaan di Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, nasib guru sedikitnya mulai membaik dengan adanya program tunjangan profesi bagi guru yang telah mengikuti sertifikasi. 

Tunjangan profesi yang dibayarkan sesuai dengan besaran gaji pokok kalau memenuhi ketentuan syarat pembayaran yang diatur dengan permendikbud dan permenkeu yang diberlakukan saat itu. Pada intinya seorang guru dapat menerima tunjangan profesi kalau beban mengajarnya minimal 24 jam pelajaran per minggu. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Tetapi penulis punya pendapat lain, lebih tepatnya untuk kesetaraan dengan profesi lain, agar tidak terlalu ada kesenjangan. 


Penulis amati sejak 2007  pola rekruitmen sertifikasi ini cukup baik, ada kuota per tingkat bagi guru yang sudah S1 minimal sudah mengajar 5 tahun, atau golongan IV.A  ataupun berusia 50 tahun dengan masa kerja 20 tahun. Dan sekarang pola rekruitmen sertifikasi mengikuti ujian kompetensi.
Pada intinya yang kita bahas bukanlah pola rekruitmen sertifikasi ini, tetapi dari sudut pandang bagaimana guru diperlakukan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pengelolaan yang berkaitan dengan sertifikasi/ tunjangan profesi yang merupakan seteguk air ditengah kerontang nasib guru.
Sejak terjadinya perubahan SOTK tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, aroma pengelolaan pendidikan mulai berubah. Pendataan guru berubah, kebijakan-kebijakan berubah. Tentunya tujuan berubah kearah yang lebih baik.

Tetapi dilapangan entah dilingkungan penulis, guru semakin lama semakin dibebani dengan berbagai regulasi, selain beban mengajar 24 jam dengan tata aturan yang baru. Guru juga diribetkan dengan pendataan. Disibukkan dengan berbagai prosedur, sehingga berdampak dengan kinerja guru sesungguhnya mendidik, mengajar dan mengayomi anak didiknya. 

Betapa pahitnya perjuangan guru era sekarang dengan beberapa perubahan dan kebijakan, ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah daerah. Seakan tunjangan profesi yang akan mereka terima itu diberikan dengan kurang rela

Yang menerima tunjangan profesipun   banyak masalah juga, jumlah pembayaran yang kurang sesuai. Ada yang menerima tidak cukup 12  bulan, ada juga keterlambatan pembayaran.

Begitu banyak keluhan para guru, begitu melelahkan 

Pertama sistem pendataan yang belum “mantap” dari pemerintah menimbulkan banyak menyita waktu, biaya dan tenaga. Pendataan online yang merupakan data pokok pendidik ( Dapodik) belum berfungsi maksimal, server yang bermasalah, tenaga operator didaerah yang terbatas, keterbatasan jaringan, terjadi eror dan bermacam-macam keluhan kawan-kawan guru. Mereka tentunya memiliki beban berat, semua tunjangan yang akan mereka dapatkan berdasarkan data online tersebut. Bagi daerah perkotaan oke – oke sajalah berkaitan dengan jaringan internet, bagaimana didaerah yang jaringannya jelek? Dan Sepertinya server dipusat juga belum maksimal juga, belum kelihatan suatu system pendataan yang benar-benar baku dan handal.

Kedua, perubahan jam mengajar dan rombel dalam syarat penerimaan tunjangan profesi. Ketika guru jamnya kurang dengan sukarela mereka harus mencari sekolah lain untuk mencukupkan jam mengajar 24 jam. Kalau di daerah perkotaan mungkin ini tidak terlalu bermasalah, tetapi untuk daerah ini masalahnya sangat komplek. Jarak antar sekolah tentu berjauhan dan tidak semua daerah dengan mudah ditempuh. 

Jumlah rombel yang kurang dari persyaratan  guru juga tidak akan menerima tunjangan. Kita tahu jumlah siswa itu selalu berfluktuasi, terutama di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar boro – boro dulu pemerintah canangkan perluasan akses pendidikan. Sekolah Dasar banyak didirikan untuk mengejar target wajib belajar. Dilapangan memang ditemukan beberapa Sekolah Dasar yang jumlah muridnya sedikit.

Nah, sekarang kok sepertinya dilimpahkan kepada guru ? dengan tidak akan menerima tunjangan profesi. Mereka nantinya akan minta pindah tugas ke Sekolah Dasar yang jumlah siswanya banyak. Siapa yang mengajar disekolah kecil itu ?

Semua  kondisi itu bukanlah diciptakan oleh guru. Bukanlah guru yang memilih penempatan tugasnya. Guru hanya menerima tugas yang dilimpahkan para pengambil keputusan dan kebijakan.
Tapi nyatanya guru yang menanggung beban, Guru oh   guru

Salam Guruku …………….


Masuk Indek Artikel : Guru Sekolah Kecil Sulit Penuhi Syarat Tunjangan (26 Mar2014)

No comments:

Post a Comment