Pendidikan merupakan sektor
utama dalam pembangunan sumber daya manusia, kinerja pendidikan juga merupakan
indikator kemajuan suatu negara. Sehingga
urusan pendidikan merupakan urusan wajib di pemerintahan dan mendapatkan
alokasi dana cukup besar.
Kinerja sektor
pendidikan merupakan salah satu variable penentu tingkat Indeks Pembangunan
Manusia (IPM ) atau Human Development
Index ( HDI ). IPM Indonesia tahun 2011 di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei,
dengan skor 0,617. Peringkat ini turun
dari peringkat 108 pada tahun 2010
Di kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam
yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan
nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483, katanya.
Di ASEAN, peringkat pertama dalam
hal kualitas manusia adalah Singapura dengan nilai 0,866. Kemudian disusul
Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan
Filipina (0,644).
Menyikapi hal diatas,
apa sebenarnya yang menjadi pemicu rendahnya IPM ? khususnya di sektor pendidikan? Kemungkinan penyebabnya tentu
bervariasi dan kompleks. Dipengaruhi oleh banyak hal internal dan eksternal.
Beberapa faktor
rendahnya capaian kinerja pendidikan menurut penulis disebabkan oleh :
1.
Tingkat keakuratan dan akumulasi data yang
masih belum mantap
Dibanyak
kasus, pendataan merupakaan hal yang sangat berat, sulit dikumpulkan, terlambat
dan kurang valid. Sehingga melahirkan data final yang kurang akurat.
Manajemen
database yang belum baik, terlebih dilini bawah (sekolah), kurang didukung oleh
teknolgi dan Sumber Daya yang memadai
2.
Topografi wilayah Indonesia yang terdiri
dari banyak pulau, perbukitan, daerah sulit. Sehingga akses pendidikan masih
terlalu rendah, siswa masih harus berjalan kaki sekian kilometer. Walau jarak
sekolah dengan pemukiman siswa terjauh misalnya 3 Km, tetapi kita perlu sadarai
3 Km tersebut mungkin saja harus melalui sungai, bukit, tanpa alat
transportasi.
3.
Penyebaran guru yang belum merata sesuai
dengan analisis kebutuhan. Guru masih menumpuk di daerah perkotaan, sementara guru
didaerah pingggiran sangat minim.
4.
Sarana dan Prasarana penddikan yang belum memadai, alat praktik,
perpustakaan terutama di jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan akan akses
informasi dan komunikasi dan bahkan ketersediaan jaringan listrik yang belum
ada.
5.
Pada sekolah menengah, didaerah angka
putus sekolah masih cukup tinggi. Hal ini lebih dominan dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, sosial, dan budaya suatu daerah (pernikahan dini ). Di Sekolah
Menengah Kejuruan memerlukan biaya operasional maupun biaya personal yang cukup
tinggi, sementara siswa yang di SMK menurut pengamatan penulis banyak pula mayarakat
yang berpenghasilan rendah.
6.
Angka melek huruf atau tuna keaksaraan
merupakan faktor sangat penting. Angka ini merupakan indikator kinerja kunci
dibidang pendidikan. Untuk itu perlu fokus pada pendidikan non formal ini.
Pendidikan non formal perlu kerja keras, diperlukan pendataan yang maksimal
karena siswanya tidak samaa dengan sekolah formal yaang datang dan mendaftar
disekolah. Mereka harus kita cari dan kumpulkan dalam bentuk – kelompok belajar.
Diperlukan sosialisasi dan pendekatan, karena sebagian mereka adalah orang tua
yang merasa malu dan tidak memerlukan lagi pandai tulis baca.
7.
Terakhir adalah faktor birokrasi dan
kebijakan, para pengambil keputusan dan pengayom pendidikan didaerah. SOTK
didaerah yang bongkar pasang, adakalanya yang menangani pendidikan belum
diposisikaan orang yang tepat.
No comments:
Post a Comment