Pages

Thursday, June 14, 2012

Pendidikan Penentu IPM


Pendidikan merupakan sektor utama dalam pembangunan sumber daya manusia, kinerja pendidikan juga merupakan indikator  kemajuan suatu negara. Sehingga urusan pendidikan merupakan urusan wajib di pemerintahan dan mendapatkan alokasi dana cukup besar.
Kinerja sektor pendidikan merupakan salah satu variable penentu tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) atau  Human Development Index ( HDI ).  IPM Indonesia tahun 2011 di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 0,617.  Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010
Di kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483, katanya.
Di ASEAN, peringkat pertama dalam hal kualitas manusia adalah Singapura dengan nilai 0,866. Kemudian disusul Brunei dengan nilai IPM 0,838, disusul Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644).
Menyikapi hal diatas, apa sebenarnya yang menjadi pemicu rendahnya IPM ? khususnya di sektor  pendidikan? Kemungkinan penyebabnya tentu bervariasi dan kompleks. Dipengaruhi oleh banyak hal internal dan eksternal.
Beberapa faktor rendahnya capaian kinerja pendidikan menurut penulis disebabkan  oleh :

1.      Tingkat keakuratan dan akumulasi data yang masih belum mantap
Dibanyak kasus, pendataan merupakaan hal yang sangat berat, sulit dikumpulkan, terlambat dan kurang valid. Sehingga melahirkan data final yang kurang akurat.
Manajemen database yang belum baik, terlebih dilini bawah (sekolah), kurang didukung oleh teknolgi dan Sumber Daya yang memadai

2.      Topografi wilayah Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, perbukitan, daerah sulit. Sehingga akses pendidikan masih terlalu rendah, siswa masih harus berjalan kaki sekian kilometer. Walau jarak sekolah dengan pemukiman siswa terjauh misalnya 3 Km, tetapi kita perlu sadarai 3 Km tersebut  mungkin saja  harus melalui sungai, bukit, tanpa alat transportasi.

3.      Penyebaran guru yang belum merata sesuai dengan analisis kebutuhan. Guru masih menumpuk di daerah perkotaan, sementara guru didaerah pingggiran sangat minim.

4.      Sarana dan Prasarana  penddikan yang belum memadai, alat praktik, perpustakaan terutama di jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan akan akses informasi dan komunikasi dan bahkan ketersediaan jaringan listrik yang belum ada.

5.      Pada sekolah menengah, didaerah angka putus sekolah masih cukup tinggi. Hal ini lebih dominan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, dan budaya suatu daerah (pernikahan dini ). Di Sekolah Menengah Kejuruan memerlukan biaya operasional maupun biaya personal yang cukup tinggi, sementara siswa yang di SMK menurut pengamatan penulis banyak pula mayarakat yang berpenghasilan rendah.
6.      Angka melek huruf atau tuna keaksaraan merupakan faktor sangat penting. Angka ini merupakan indikator kinerja kunci dibidang pendidikan. Untuk itu perlu fokus pada pendidikan non formal ini. Pendidikan non formal perlu kerja keras, diperlukan pendataan yang maksimal karena siswanya tidak samaa dengan sekolah formal yaang datang dan mendaftar disekolah. Mereka harus kita cari dan kumpulkan dalam bentuk – kelompok belajar. Diperlukan sosialisasi dan pendekatan, karena sebagian mereka adalah orang tua yang merasa malu dan tidak memerlukan lagi pandai tulis baca.

7.      Terakhir adalah faktor birokrasi dan kebijakan, para pengambil keputusan dan pengayom pendidikan didaerah. SOTK didaerah yang bongkar pasang, adakalanya yang menangani pendidikan belum diposisikaan orang yang tepat. 

No comments:

Post a Comment